Sebuah organisasi, disamping mempunyai tujuan dan paradigma dalam organsasi tersebut, juga yang tak kalah penting harus mempunyai arah gerak organisasi yang jelas sebagai jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dan implementasi dari paradigma agar sebuah organisasi bisa berjalan sesuai dengan apa yang dijadikan tujuan dan paradigma. Tujuan dan paradigma organisasi biasanya termaktub dalam AD/ART ataupun pedoman organisasi. Beda halnya dengan arah gerak suatu organisasi yang ditentukan oleh kepengurusan pada saat itu terutama pemimpinnya.
Seorang pemimpin harus mampu menentukan organisasi yang dipimpinnya mau dibawa ke arah mana dan bergerak kemana, jangan sampai arah gerak organisasi itu tidak jelas atau berada dalam kebingungan atau kalau menurut judul bukunya Soe Hok Gie berada di persimpangan jalan. Apakah organisasi itu mau dibawa ke arah pragmatis atau idealis, mau bermain di kalangan elitis atau kalangan bawah, mau mengedepankan kompromi atau tidak kenal kompromi, mau berjuang menggunakan lobbi-lobbi atau gerakan jalanan. Itu semua tergantung pemimpin dan pengurusnya, yang penting organisasi itu punya arah gerak yang jelas. Jangan sampai suatu organisasi mengalami stagnansi dalam bergerak, ke kiri tidak ke kanan tidak, pragmatis tidak idealispun tidak, , imbasnya akan ada konflik horizontal ditubuh organisasi tersebut yang mengakibatkan terhambatnya roda organisasi bahkan lebih jauhnya bisa kehilangan identitas dan jati diri organisasi tersebut.
Banyak contoh-contoh organisasi yang berada di persimpangan jalan, yang mereka bingung dalam menjalankan roda organisasi, mensinergikan dan mensinkronisasikan tujuan dan paradigma organisasi dengan arah gerak organisasi yang ditentukan oleh pemimpinnya.
Salah satu contohnya adalah organisasi kemahasiswaan yang secara kultur dan kondisi disebut organisasi ekstra kampus atau orang-orang banyak memanggilnya ormek atau organ. Organisasi itu adalah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Kenapa dari banyaknya organisasi kemahasiswaan, saya mengambil PMII? Jawabannya adalah karena saya merupakan anggota sekaligus kader di organisasi PMII. Hal itu membuat saya mempunyai hak untuk mengkritisi organisasi yang saya ikuti agar kritikan yang tidak seberapa ini bisa dijadikan bahan acuan dan pertimbangan bagi anggota dan kader yang lain. Saya juga mengambil contoh yang memang saya rasakan, alami dan lalui.
Seperti diketahui oleh banyak kader dan anggota, bahwa PMII mempunyai paradigma kritis transformatif, yaitu PMII mewajibkan kepada seluruh anggota dan kadernya agar menjadi orang yang berwawasan luas dan berpikiran radikal dalam segala aspek sehingga bisa menjadi orang yang kritis yang mampu menyuarakan yang benar jika itu memang benar dan menyuarakan yang salah jika memang itu salah. Dalam mengaktualisakan ke kritisannya, seorang anggota dan kader PMII harus bisa transformatif atau menyesuaikan dengan kondisi pada saat itu. Nah kata transformatif ini yang sering disalahpahami oleh anggota dan kader PMII. Bukan berarti saya paham betul kata transformatif ini, tetapi saya mencoba menuangkan apa yang saya pahami mengenai kata transformatif. Anggota dan kader PMII hanya kritis terhadap isu-isu strategis yang hanya dapat menguntungkan organisasi dan dirinya sendiri. Jarang sekali kritis terhadap isu-isu kerakyatan yang justru membuat rakyat mengalami penindasan, penghisapan, bahkan eksploitasi. Itu semua dikarenakan terlalu terkungkung dan terbelenggu oleh sikap egoisme dan egosentris yang tinggi. Berbeda dengan anggota dan kader PMII terdahulu yang selalu bergerak dan berjuang pada isu-isu kerakyatan.
Memang tidak semua anggota dan kader PMII mengedepankan egoisme dan egosentrisnya, hanya saja realita sekarang cuma sedikit anggota dan kader PMII yang masih konsisten untuk berjuang pada isu-isu kerakyatan. Apalagi anggota dan kader PMII sekarang lebih sering bermain, bertemu, dan melakukan kegiatan dengan kalangan elitis, para politisi, borjuis, ataupun para makelar proyek dan makelar politik, dan jarang sekali bertemu dan berdialog dengan rakyat yang senantiasa mengalami penindasan setiap harinya, yang justru seharusnya kita hadir untuk membela hak-hak rakyat itu agar tidak ditindas, dihisap, dieksplotasi oleh para minoritas orang yang mengedepankan nafsu serakahnya. Sehingga, kita bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang selalu ditindas dan dihisap.
Padahal, jika mengacu pada AD/ART yang ada di PMII, termaktub dalam pasal 4 bahwa salah satu tujuan PMII adalah memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Pertanyaannya? Cita-cita kemerdekaan yang seperti apa? Karena, salah satu faktor indonesia merdeka adalah sejahteranya masyarakat indonesia, dengan tidak mengalami penindasan, penghisapan, dan eksploitasi. Ditambah lagi sesuai dengan cita-cita Undang-undang dasar 45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan membohongi dan membodohi masyarakat bangsanya sendiri.
Disini saya mengkritisi berdasarkan apa yang menurut saya harus di kritisi dan memang harus diperbaiki, bahwasannya sebagai pimpinan organisasi PMII, saya harap jangan terlalu sering bermain di atas bersama kalangan elitis dan politisi, cobalah sesekali bermain dan berdialog bersama rakyat dan ikut merasakan bagaimana kondisi rakyat pada saat ini, serta harus membantu dan ikut berjuang untuk memperjuangkan hak-hak rakyat yang mengalami penindasan oleh para wakilnya. Cobalah sesekali merasakan betapa pahitnya keringat rakyat yang dicampur air mata kesedihannya karena bersusah payah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dirinya dan keluarganya.
Bukan berarti saya melarang anggota dan kader PMII kenal, bermain, berdialog dengan kalangan elitis, saya membolehkan itu. Sangat membolehkan. Tetapi jangan terlalu sering, justru yang harus sering itu adalah kita sebagai mahasiswa yang mempunyai julukan penyambung aspirasi masyarakat lebih intens bertemu, berdialog dengan rakyat, terjun ke masyarakat mendengarkan keluh kesah masyarakat lalu membantu dan memperjuangakannya.
Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi pemicu aktif kepada anggota dan kader PMII agar bisa mengamalkan paradigma yang harus senantiasa kita amalkan dengan salah satunya adalah berjuang bersama rakyat karena kita adalah bagian dari masyarakat secara kolektif dan juga bisa menjadi anggota dan kader PMII yang sesuai dengan tujuan PMII yang termaktub dalam AD/ART PMII.
