“dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah SWT; dan tanah yang tidak subur tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah mengulangi tanda-tanda kebesaran (kami) bagi orang-orang yang bersyukur”. Q.S. Al-A’raaf 58.

Begitulah salah satu penggalan dari firman Allah SWT dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang tanah tempat dimana tumbuh suburnya berbagai macam tanaman jika tanah tersebut baik dan bagus, serta tumbuh merana jika tanahnya tidak subur dan bagus. Tanah juga selain daripada tempat tumbuhnya berbagai macam tanaman, juga merupakan habitat atau rumah dari berbagai makhluk hidup.

Berbicara mengenai tanah, tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan di muka bumi. Dari tanah, semua kebutuhan (makanan) makhluk hidup tumbuh; seperti buah yang tidak akan pernah ada jika tidak ada pohon serta pohon tidak akan pernah tumbuh jika tidak ada tanah; kambing tidak akan pernah gemuk jika tidak ada rumput yang tumbuh dari tanah, dari kambing yang gemuk dan subur manusia bisa memakan daging untuk tetap hidup; pun manusia tidak akan bisa membudidayakan berbagai macam tanaman jika tidak ada unsur tanah didalamnya, meskipun hari ini ada alternatif penanaman menggunakan media air (hidroponik/aquaponik), tetapi tidak semua tumbuhan bisa tumbuh maksimal jika hanya menggunakan metode hidroponik dengan media air. Seperti pohon durian yang sulit untuk tumbuh jika menggunakan cara penanaman hidroponik. Tapi entahlah, dengan potensi akal dan pikiran yang manusia, bisa jadi di waktu yang akan datang durian bisa tumbuh subur meskipun tidak ditanam menggunakan media tanah. Tetapi tulisan ini bukan untuk menjabarkan cara penanaman baik menggunakan tanah ataupun media lain, akan tetapi ini hanya sebatas pengingat kita semua akan pentingnya peranan tanah dalam kehidupan kita selaku makhluk hidup di bumi ini.

Definisi tanah menurut KBBI yaitu (1) permukaa bumi atau lapisan bumi yang diatasa sekali, (2) keadaan bumi di suatu tempat, (3) permukaan bumi yang diberi batas, (4) daratan, (5) permukaan bumi yang terbatas yang ditempati suatu bangsa yang diperintah suatu negara atau menjadi daerah negara.

Selain pengertian tanah sebagaimana diatas, Menurut Petter Butt dalam bukunya Land Law, tanah secara umum didefinisikan sebagai luasan fisik dari permukaan bumi yang ada luasan tertentu dalam sebuah area tertentu, dimana pemilikan atas tanah tersebut dibuktikan dengan sebuah dokumen yang disebut “title deed”.

Menurut Bernhad Limbong tanah juga memiliki beragam makna yaitu makna filosofis; sosiologis; dan ekonomis. Makna (1) Filosofis dari tanah bahwasannya manusia memiliki hubungan yang sangat erat dengan tanah sepanjang sejarah hidupnya. Hubungan antara tanah dan dengan manusia merupakan hubungan yang hakiki dan bersifat magis-religius. Nilai filosofis tanah itu bersifat universal, berlaku pada siapapun, dimanaoun, dan kapanpun.

Dalam pespektif hukum adat, tanah dan manusia meskipun berbeda wujud dan jati diri, namun merupakan suatu kesatuan yang saling mempengaruhi dalam jalinan susunan keabadian tata alam. Bangsa Indonesia sendiri memandang tanah secara filosofis sebagaimana dinyatakan dalam konstitusi dan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Bagi bangsa Indonesia, tanah merupakan sumber daya strategis, sebagai kekayaan nasional, pemersatu wilayah, karunia Tuhan Yang Maha Esa, dan untuk kemakmuran rakyat. Kemakmuran itu dengan sendirinya memerlukan upaya dengan memberikan nilai tambah atau hasil yang bermanfat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan.

Selanjutnya, makna (2) sosiologis tanah dapat dilihat dari unsur penguasaan atas tanah dan bagaimana memperlakukan tanah. Kepemilikan atas tanah turut memberikan status sosial bagi masyarakat. Dalam masyarakat petani status seorang petani penggarap lahan tentu berbeda dengan petani pemilik tanah.

Terkait bagaimana memperlakukan tanah, makna tanah berbeda-beda bagi masyarakat. Makna tanah bagi petani tentu berbeda dengan makna tanah bagi pemerhati lingkungan. Bagi petani, makna tanah terkait dengan kesuburan tanah. Nilai tanah yang diberikan pada tanah tersebut mengacu pada konsep produktivitas. Semakin subur tanah tersebut atau semakin produktif maka akan semakin tinggi nilainya.

Bagi pemerhati lingkungan, makna tanah dilihat dari aspek konservasi. Pengertian tanah terkait dengan potensi kerusakan atau pencemaran lingkungan atau perlindungan yang harus diberikan karena sifat khas kelangkaan, keberadaan maupun kandungan nilai budaya tertentu. Nilai yang diberikan pada tanah tersebut mengacu pada konsep keberlanjutan.

Terakhir, makna (2) ekonomis pada tanah memandang bahwa tanah sebagai sumber daya ekonomi berkembang sejak adanya teori ekonomi klasik. Teori ini berkontribusi pada munculnya praktik kolonialisme yang pada gilirannya menjadikan daerah jajahan atau koloni sebagai sumber penghasil bahan perdagangan. Artinya, kolonialisme pada awalnya merupakan bentuk penjajahan ekonomi karena daerah jajahan merupakan penghasil rempah-rempah yang pada waktu itu menjadi mata dagangan utama di Eropa. Hal serupa juga dialami bangsa Indonesia pada masa penjajahan karena Indonesia dianggap sebagai salah satu aset lokasi penghasil komoditi perkebunan yang strategis.

Perubahan pandangan perspektif ekonomi terhadap tanah berkembang secara cepat. Saat ini tanah lebih menonjolkan fungsinya sebagai aset modal. Tanah lebih dilihat sebagai komoditas. Penguasaan dan pemanfaatan tanah pun bergantung pada mekanisme pasar. Artinya, kapitalisme turut mengintervensi penguasaan dan pemilikan tanah. Hal ini kemudian menimbulkan ketimpangan dalam struktur kepemilikan tanah. Kepemilikan tanah terkonsentrasi pada segelintir orang yang memiliki modal yang besar.

Penguasaan tanah pun menjurus sedemikian rupa sebagai alat ekonomi untuk menguasai hajat hidup orang banyak. Dengan demikian, perspektif ekonomi terhadap tanah akan mendorong penguasaan dan pemanfaatan tanah untuk berbagai kepentingan kehidupan masyarakat yang akan berimplikasi pada pandangan terhadap kedudukan dan fungsi tanah di masyarakat.

Bagi bangsa Indonesia sendiri, tanah bermakna multidimensional. Tanah dapat dipandang dari berbagai aspek; budaya, ideologi, dan sosial. Karenanya, tanah mempunyai kedudukan yang khusus dan istimewa. Kedudukan tanah dibedakan dari benda mati selain tanah, makannya kedudukan tanah yang khusus dan istimewa terakomodasi dalam Undang-undang Pokok Agraria (UU PA).

Dilihat dari aspek budaya, bagi masyarakat adat, tanah adalah benda yang bernilai tinggi karena dianggap mengandung aspek spiritual. Tanah merupakan sesuatu yang berkembang dengan para leluhurnya. Seorang manusia tidak dapat hidup tanpa tanah; ia bekerja dan hidup sehari-hari di atas tanah; makanan utamanya juga ditanam di dalam tanah. Demikian pula ketika mereka meninggal. Dikuburkan di dalam tanah. Dengan demikian, tanah bagi masyarakat adat adalah ruang hidupnya.

Dalam perspektif ideologis, tanah selain meniadi ruang hidup masyarakat, juga menjadi ruang hidup bangsa dan negara Indonesia. Hal ini tercermin dalam asas nasionalitas yang diakomodasi dalam UU PA. Asas nasionalitas ini mengandung aspek spirituil seperti jiwa pada tanah ulayat yang hanya memberi kemungkinan bagi warga ulayat untuk mengikuti dan mengikuti tanah usaha warga ulayat setempat. Sehingga dapat dikatakan bahwa tanah di Indonesia tidak bebas sebagai objek dunia usaha yang menggunakan tanah sebagai komoditas.

Selanjutnya, tanah dilihat dari aspek sosial tercermin dalam hubungan kemitraan. Pola kemitraan ini dijelaskan oleh Gautama dalam bukunya “Tafsiran UUPA” yang meliputi : (1) hubungan pengolahan tanah dalam bentuk persewaan tanah, bagi hasil, dan gadai; (2) hubungan penjaminan dalam bentuk penggunaan tanah sebagai jaminan pelunasan pinjaman hutang; (3) hubungan penumpangan dalam bentuk pemberian izin untuk menempati dan membangun rumah di pekarangan pemilik tanah; dan (4) hubungan pemakaian, yaitu pemberian izin kepada orang lain untuk dipakai selama pemilik tanah tidak berada ditempat.

Sebegitu pentingnya peranan tanah yang telah memberikan manfaat dan kebutuhan bagi kelangsungan hidup makhluk hidup khusunya manusia. Lantas bagaimana pandangan manusia dewasa ini tentang tanah. Apakah kedudukan tanah dewasa  ini masih menempati kedudukan yang khusus dan istimewa? Apakah masyarakat masih menganggap tanah sebagai sesuatu yang tidak bisa dipisahkan? Di Indonesia sendiri, lantas bagaimana implementasi daripada pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan UUPA yang mengakui kedudukan tanah bagi masyarakat Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam keberlangsungan kehidupan bangsa Indonesia serta makhluk hidup didalamnya. Maka, patut kita renungi kembali bersama akan makna tanah dimulai dari segelintir pertanyaan diatas. Bukankah sudah sewajarnya dan seharusnya kita mempertanyakan kembali akan pentingnya makna dari tanah itu sendiri. Karena seyogyanya pertanyaan-pertanyaan diatas timbul dari sebuah problematika kehidupan di masyarakat. Terkahir, mengutip dari seorang penyair legendaris yaitu W.S. rendra bahwa “kita telah asing di tanah leluhur sendiri”.