Hari-hariku sepertinya tidak layak untuk dibicarakan dan diketahui oleh orang-orang. Tidak ada hal yang menarik yang pantas untuk dibicarakan, tidak ada pengalaman yang menakjubkan yang pantas untuk diceritakan, dan juga tidak ada pencapaian yang pantas untuk diberikan penghargaan. Itulah hidup yang tengah aku lalui ini. Diselimuti kegelapan, dihinggapi rasa skeptis dan penyesalan, digerogoti kesengsaraan, dan yang parah adalah dipaksa untuk menyembah sesuatu yang memberikan takdir buruk pada makhluk fana ini. Naasnya lagi, aku harus terus melakukan aktivitas yang sangat aku benci dalam menjalani kehidupan ini, yaitu terus berjuang tanpa pernah tahu kapan perjuangan ini akan berakhir.
Sabar, ikhlas, dan tawakkal adalah obat ampuh bagi mereka yang memiliki sifat optimis dan harapan. Tetapi tidak bagiku. si Optimis sudah lama mati dibunuh oleh si pesimis, harapan sudah lama dibenturkan dan dihancurkan ke sebuah batu yang bernama realita. Aku hidup tetapi tidak memiliki gairah untuk hidup, aku makan tapi tidak pernah merasakan rasanya kenyang, hanya berjalan yang mambuatku seenggaknya bisa merasakan sakitnya kelelahan. Yah… tidak ada rasa yang paling bersahabat selain rasa lelah. Lelah menjalani realita, lelah terus berjuang tanpa tau tujuan, lelah diberikan pengharapan oleh orang-orang, lelah dijadikan bahan omongan, lelah adalah satu-satunya teman yang aku miliki sekarang, mungkin juga sampai saat nanti, sampai jiwaku terpisah dari tubuh yang penuh luka bekas tusukan dari berbagai macam harapan.
Orang-orang memang bisa menyembunyikan kesengsaraannya ketika berhadapan dengan sesamanya. Begitupun aku. orang-orang mengenalku sebagai makhluk yang penuh rasa optimis, dikelilingi keceriaan dalam melihat hidup, dianggap punya kedalaman jiwa dalam hal spiritual. Tapi sekali lagi, itu hanya bayangan dan penilaian orang-orang terhadapku. Padahal, aku bukan orang yang demikian. Sudah aku katakan sebelumnya, bahwa rasa optimisku sudah mati, keceriaanku hanya sebatas simbol untuk merasakan sebuah nikmat dari rasa lelah, omonganku tentang kedalaman spiritual hanya tameng yang terus memperkuat rasa keraguanku kepada hal-hal yang seperti itu.
Aku sudah muak melihat orang-orang yang terus menerus berjuang menutupi sifat iblis dalam dirinya dengan senyuman, keramahtamahan, kesopanan, dan segala sifat baik lainnya. Padahal, sifat baik tersebut tidak lebih baik dari sifat iblis yang sebenarnya. Sebelum iblis dihukum oleh Tuhan karena tidak mau sujud dihadapan makhluk sepertiku, iblis merupakan makhluk yang paling dan bahkan lebih taat dari para malaikat. Tidak ada yang mampu menyaingi ketaatan iblis kepada Tuhan. Tetapi, kenapa iblis yang merupakan makhluk Tuhan yang paling taat enggan untuk bersujud kepada makhluk bernama manusia? Dan kenapa iblis disalahkan karena tidak mau melakukan hal tersebut? Atau jangan-jangan iblis sudah tahu bahwa manusia hanya akan melakukan pengrusakan, melakukan kejahatan, melakukan kebiadaban di tempat yang sudah Tuhan ciptakan? Dan apakah alasan iblis untuk menolak bersujud kepada manusia itu karena saking taatnya iblis kepada Tuhan, sehingga iblis tidak mau jika ada makhluk yang tidak taat kepadanya?.
Peradaban manusia di muka bumi ini memang telah berdiri ribuan bahkan ratusan ribu tahun. Tetapi peradaban itu dibangun diatas kebiadaan, kemunafikan, pembantaian dan penghancuran atas peradaban lainnya. Berapa banyak manusia tidak berdosa harus menanggung rasa bersalah atas apa yang telah dilakukan manusia lainnya untuk membangun peradaban? Bukankah peradaban yang maju yang kita kenal hari ini justru hanya terus menuju kepada sebuah penghancuran? Apakah peradaban maju itu adalah sebuah zaman dimana tidak terintegrasi dan terkoneksi antara alam yang diciptakan Tuhan dengan mesin yang diciptakan oleh manusia? Lantas, manusia menyebut bahwa ciptaannya lah yang membangun peradaban ini. Apakah itu merupakan sebuah tindakan yang sangat konyol? mengagung-agungkan ciptaannya tanpa pernah sedikitpun sadar bahwa mereka juga merupakan sebuah makhluk ciptaan.
Apakah pantas, manusia disebut merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Tuhan? hanya karena manusia diberikan akal dan pikiran, lantas manusia disebut makhluk paling sempurna? Sungguh alasan yang sangat tidak bisa dibenarkan. Lalu, jika memang disebut makhluk paling sempurna karena diberikan akal dan pikiran, digunakan untuk apa akal dan pikiran itu? Bukankah ide, tindakan, dan dampak harus selalu selaras? Jika akal dan pikiran yang dimiliki oleh segenap manusia ini dipergunakan untuk melakukan sebuah penghancuran, pembantaian, kejahatan, dan segala aksi yang jauh dari moral-moral kebajikan dengan dalih pembangunan dan peradaban, maka aku adalah orang pertama yang meminta Tuhan untuk mencabut akal dan pikiran dari setiap manusia yang masih hidup dan akan hidup. Karena, buat apa jika manusia terus diberikan akal dan pikiran, jika dengan adanya itu hanya memperpendek kehidupan. Bukankah setiap makhluk hidup ingin hidup panjang?
Apakah aku ingin hidup panjang? Tidak. Apakah para budak yang belum merdeka dan mereka yang sangat miskin ingin hidup panjang? sepertinya tidak. Karena kalau hidup panjang hanya sebatas menikmati kesengsaraan dan menikmati penindasan, saya kira lebih bijak untuk memilih tidak hidup panjang. Bukankah semua orang ingin hidup bahagia? Benar. Apakah aku ingin hidup bahagi? Benar sekali. Lalu, apakah aku sudah bahagia? Tergantung konteks. Jika konteks kebahagiaan diukur dari materi tentu aku tidak bahagia. Jika kebahagiaan diukur dari kesehatan jiwa dan raga aku pun tidak bahagia. Jika kebahagiaan diukur dari seberapa manfaat seseorang tentu aku belum bisa bahagia. Lantas, apa yang membuatku bahagia? salah satu hal yang masih membuatku bahagia adalah aku masih memiliki kedua orang tua. Barangkali, baru itu satu-satunya hal yang membuat diriku bahagia.
Namun, jika pertanyaannya adalah apakah aku benar-benar merasakan kebahagiaan? jawabannya tidak. Karena jika pertanyaannya adalah benar-benar merasakan kebahagiaan, aku masih belum menemukan hal fundamental yang bisa benar-benar membuatku merasa bahagia. Bahkan aku sendiri belum bisa mendefinisikan kebahagiaan itu sendiri? apa itu bahagia? kenapa kata bahagia ada? kenapa bahagia selalu dikonotasikan dengan hal-hal yang menyenangkan? dan Kenapa kebahagiaan selalu disandingkan dengan kesengsaraan? atau jangan-jangan kesengsaraaan adalah sebuah kebahagiaan dan kebahagiaan adalah sebuah kesengsaraan? Atau memang kebahagiaan dan kesengsaraan itu tidak benar-benar ada? dan yang ada hanyalah kehidupan?
Lalu, kehidupan itu apa? hidup itu apa? apakah kita bisa dikatakan makhluk hidup karena bernafas? jika memang demikian, kita sama dengan makhluk hidup lainnya jika definisi hidup itu hanya sebatas bernafas? Apa yang membedakan kehidupan manusia dan kehidupan makhluk hidup lainnya? Toh kita manusia meyakini bahwa kita merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Tuhan karena diberikan akal dan pikiran? Lantas pada posisi apa akal dan pikiran itu berguna bagi kehidupan jika definisi kehidupan itu sendiri hanya sebatas sebuah nafas?
Inilah aku, dengan begitu banyak pertanyaan serta begitu sedikit jawaban. Manusia sejenis seperti diriku ini terlalu banyak pertanyaan dan terlalu sedikit yang mencari jawaban. Ahh… apakah mungkin definisi dari kehidupan adalah adanya sebuah pertanyaan? dan pertanyaan adalah sesuatu yang membedakan manusia dan makhluk hidup lainnya?
See on my Wattpad: https://www.wattpad.com/1376145335-kehilangan-arah-tak-ada-kebahagiaan-ataupun
