Manusia, adalah mahkluk ciptaan tuhan yang diberikan kelebihan berupa akal pikiran agar supaya manusia bisa beradaptasi lebih cepat dibandingkan makhluk tuhan lainnya terhadap lingkungan yang baru, dan dengan adanya akal pikiran, manusia bisa terus melakukan evolusi di dalam hidupnya untuk menyempurnakan apa yang harus disempurnakan. Lantas kenapa manusia diberikan kelebihan berupa akal pikiran oleh tuhan? Sebagaimana dalam firman tuhan bahwa manusia diturunkan ke bumi ini untuk menjadi seorang pemimpin. Pemimpin yang seperti apa? Pemimpin yang bisa menciptakan tatanan kehidupan di bumi agar kehidupan dibumi bisa selaras dan bisa lebih baik. Bisa menyesuaikan dengan lingkungan sekitar, bisa menjaga makhluk hidup lainnya. Bukan malah merenggut kehidupan makhluk hidup lainnya, bukan malah merusak lingkungan makhluk hidup lainnya.

Dalam mengelola akal pikirannya atau pola pikirnya, Emha Ainun Nadjib atau lebih akrab disebut Cak Nun atau Mbah nun menerangkan tentang pola pikir manusia, kurang lebihnya seperti ini “kebanyakan manusia belum bisa merubah pola pikirnya dari kebiasaan masuk kebun hanya berpikir memetik buahnya, tidak ingat biji buahnya, proses pertumbuhan pohonnya, perkawinan akarnya dengan tanah, keterkaitan tanah dengan seluruh sifat bumi, ketergantungan bumi terhadap sunnah alam semesta dan kehendak penciptaannya”.

Berdasarkan akal pikiran dan pola pikirnya, manusia dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:

Manusia yang tahu banyak tentang banyak hal

        Manusia macam ini bisa dikatakan sebagai manusia parpurna, yaitu yang mengetahui segala hal secara radikal serta tau dan bisa cara mengaktualisasikannya.

        Tahu banyak dalam artian disini adalah mengetahui segala sesuatu baik itu melalui proses diskusi, baca buku, pergulatan ataupun pergumulan pemikiran. Seseorang tidak akan sampai pada tahap ini jika tidak melalui berbagai proses yang ditempuh.

        Sedangkan banyak hal ini maksudnya adalah seseorang yang sudah mengetahui segala sesuatu, tidak lantas dapat dikatakan paham tentang yang dia ketahui, seseorang harus bisa membedakan segala sesuatu itu baik dari segi logikanya, pemikirannya, serta landasan pemikirannya tersebut.

        jika diambil contoh manusia yang tahu banyak tentang banyak hal adalah seperti seseorang yang mengetahui segala aspek sesuatu yang ada di dalam dirinya, lingkungannya, bahkan mengetahui yang ada di alam semesta, tetapi tidak hanya mengetahui, juga memahami segala jenis permasalahannya mulai dari hal yang paling kecil dan hal yang paling besar.

        Dan hanya sedikit manusia yang mampu mencapai tahap ini, karena diperlukan keinginan yang kuat dan pedirian yang kokoh.

        Manusia yang tahu banyak tentang sedikit hal

        Macam manusia yang kedua ini adalah manusia yang hanya mengetahui sedikit hal ihwal dilingkungannya, mengetahui sedikit tentang dirinya, mengetahui sedikit tentang alam semesta. Tetapi meskipun sedikit dia dapat memahami hal ihwal itu secara radikal dan komprehensif, jelasnya dia mendalami hal ihwal yang sedikit itu secara serius.

        Manusia jenis ini merupakan tipikal manusia yang mempelajari sesuatu yang dia suka secara mendalam, meskipun dia hanya mempelajari hal-hal yang dia suka saja, dia mampu mempelajari dan memahaminya sampai ke akar-akarnya. Bahkan sampai pada tahap mampu mengaktualisasikannya.

        Saya ambil contoh sederhana, misalnya seseorang hanya mengetahui 2 jenis benda yaitu handphone dan pohon. Meskipun dia hanya mengetahui handphone dan pohon dia memahami handphone itu mulai dari tahap bagaimana handphone itu bisa berfungsi, mengetahui bahan apa saja yang dibutuhkan, software apa saja yang dibutuhkan untuk membuat sebuah handphone, alat apa saja yang diperlukan untuk membuat software, perkakas apa saja yang dibutuhkan untuk membuat alat untuk software, bagaimana cara membuat perkakasnya, dan seterusnya sampai hal terkecil yang diperlukan. Sama halnya seperti pohon, bagaimana proses penanaman bibit itu agar bisa menjadi pohon, dikondisi tanah seperti apa pohon itu bisa tumbuh, bagaimana proses memeliharanya, setelah proses menjadi pohon, batang pohon itu bisa dibuat kayu, meja, kursi, papan, tiang penyangga bangunan, pintu, terus perkasas apa saja untuk membuat alat itu semua yang disebutkan tadi, setelah itu bagaimana cara membuat perkakasnya, dan sampai hal terkecil.

        Manusia-manusia seperti ini yang sering kita sebut sebagai manusia yang kompeten dalam bidangnya, dokter memahami tentang hal ihwal kedokteran, montir memahami tentang tetek bengek perbengkelan, dan masih banyak lagi contoh manusia-manusia yang kompeten dibidangnya masing-masing.

        Manusia yang tahu sedikit tentang banyak hal

        Manusia-manusia jenis inilah yang bisa dikatakan sebagai manusia yang mubazir dan setengah matang, karena dia banyak mempelajari sesuatu hal tetapi tidak sampai mendalami sesuatu hal itu, dia hanya sebatas mengetahui. Atau bisa disebut dia mempelajari banyak hal tapi hanya setengah-setengah.

        Manusia jenis ini merupakan manusia yang tidak mempunyai pendirian yang teguh, dia mempelajari sesuatu hanya ketika sesuatu hal itu sedang banyak diperbincangan oleh banyak orang, sedang viral di media-media online atapun offline, media-media swasta ataupun negeri, media-media pemerintah ataupun media-media independen. Sebetulnya menusia seperti ini mempunyai keingintahuan yang lumayan tinggi, tetapi hanya sebatas keingintahuan, tidak sampai pada tahap dari tahu lalu belajar, dari belajar lalu paham, dari paham lalu mengamalkan.

        Ibarat si A mengetahui segala jenis ilmu pengetahuan yang ada di dunia, kimia, fisika, matematika, antropologi, sosiologi, biologi, politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, pertanian, pertambangan, dll. Tetapi dia hanya sebatas tahu bahwa kimia itu pasti berurusan dengan tabel zat yang ada di dunia, tidak sampai tahu bagaimana perpaduan antara hidrogen dan oksigen bisa menjadi air. fisika itu hanya sebatas pergulatan rumus-rumus rumit, tidak sampai tahu bagaiamana rumus tentang gravitasi, relativitas cahaya, dll. Matematika hanya sebatas tahu tentang perhitungan tentang perkalian, pengurangan, pembagian, dan pertambahan, tidak sampai mendalami tentang  teori phitagoras. Dan ilmu pengetahuan lainnya yang akan sangat panjang bila dijadikan contoh semuanya.

        Manusia yang tahu sedikit tentang sedikit hal

        Macam manusia yang ini adalah mayoritas manusia yang menghuni bumi,mayoritas manusia yang tersebar di dunia, tersebar di negeri-negeri, tersebar di tiap-tiap provinsi, tersebar di tiap kabupaten dan kota, tersebar di tiap kecamatan, tersebar di tiap desa, dan tersebar di tiap kampung.

        Dan manusia yang seperti ini yang sangat gampang terpengaruh oleh dogmatisme dan fanatisme agama, mampu terdoktrin oleh pemikiran yang dapat menghancurkan tatanan kehidupan. Dan mampu termakan hoax dan terprovokasi oleh berita-berita di media sosial yang belum tentu kebenarannya.

        Dengan kemampuan yang sedikit tentang segala hal dan tidak paham tentang segala hal itulah seseorang terus menerus dibodohi dan dijadikan alat kepentingan oleh penguasa yang haus jabatan dan kekuasaan. Yang menyebabkan dirinya sendiri tersingkirkan oleh perilaku dirinya sendiri. Bahkan manusia yang akan hancur oleh manusia itu sendiri. Dan ini merupakan mayoritas manusia sekarang yang hanya mengetahui sedikit tentang sedikit hal. Manusia manusia yang membutuhkan pencerdasan dan peningkatan kapasitas keilmuan dan wawasan agar tidak terus menerus menurut pada apa yang diucapkan oleh seseorang tanpa pernah mempertimbangkannya terlebih dahulu, menuruti apa yang diperintahkan meskipun itu merupakan sebuah kejelakan bahkan kejahatan, tidak mengetahui mana yang baik dan buruk, benar dan salah, kiri dan kanan, depan dan belakang.

        Kita sebagai seorang manusia harus senantiasa mempelajari segala sesuatu itu sampai tuntas, jangan setengah-setengah. Dalam hal ibadahpun kita senantiasa mengerjakan ibadah itu sampai tuntas, ibarat sholat, kita melakukan sholat itu sampai tuntas tidak setengah-setengah, tidak melakuka rokaat pertama, terus istirahat dulu, setelah istirahat baru lanjut sholat untuk melanjutkan rokaat kedua dan seterusnya. Bahkan dalam memekai celana pun kita memakai celana itu sampai tuntas, tidak memakai celana hanya setengah sampai paha, lalu lanjut memakai baju baru dimasukan kerahnya, lanjut memakai sepatu hanya yang kanan saja, lantas kita berjalan lah tanpa pernah menuntaskan itu semua, apakah dalam etika berpakaian itu pantas? Meskipun ada manusia yang bahkan tidak mekakai sehelai baju dan celana pun, atau memakai baju yang tidak layak untuk dipakai, dan itu hanya dilakukan oleh orang gila. Yaa kalo analoginya seperti itu apakah kita mau disebut orang gila? Atau memang kita itu orang-orang yang memang sudah gila?